Coronavirus: Update Lengkap Obat dan Vaksin COVID-19
- Belum ada obat resmi, namun ada beberapa kandidat kuat yang dipertimbangkan WHO
- Beberapa jenis obat tradisional dinilai dapat menyembuhkan gejala Coronavirus
- Dokter-dokter Indonesia bersiasat dalam menyembuhkan pasien COVID-19
- Sampai dimana proses pembuatan Vaksin Coronavirus?
- Apa yang harus dilakukan jika mengalami gejala Coronavirus?
- Plan A, Plan B, dan Plan C menghadapi COVID-19
Sejak awal 2020, COVID-19 menjadi topik utama dalam percakapan media sosial di seluruh dunia. Mulai dari penularan, pencegahan, angka kematian, sampai dengan cara mengatasi penyakit yang diakibatkan oleh virus ini menjadi konsumsi informasi sehari-hari masyarakat Indonesia. Setiap hari orang bertanya, apa obat Coronavirus?
Coronavirus memiliki ciri khas penularan yang cepat, masa inkubasi (dari terpapar virus sampai memiliki gejala) yang jauh lebih lama daripada flu biasa, dan gejala sesak napas yang dapat berakibat fatal. Penyakit baru ini telah merubah dunia, salah satunya menciptakan kompetisi adu cepat menemukan obat Coronavirus di sektor farmasi.
Apa Saja Obat COVID-19? Berikut Beberapa Kandidat Terkuat
Secara umum, belum ada obat paten untuk mengobati COVID-19, tapi sudah ada beberapa kandidat obat yang berpotensi menyembuhkan penyakit akibat virus ini. Sejak Maret 2020, World Health Organization telah menyelenggarakan SOLIDARITY, yaitu percobaan internasional demi menemukan pengobatan paling efektif untuk COVID-19.
Dari semua obat yang dinilai mampu menghadapi COVID-19, ada beberapa obat yang paling sering dibicarakan publik. Uniknya, tak satupun obat-obat ini dirancang khusus untuk menghadapi COVID-19. Obat-obat ini “didaur ulang,” atau repurposed dari kegunaan utamanya mengobati penyakit lain. Mengapa demikian? Karena menciptakan obat baru butuh waktu lama, dan kita butuh obat yang sudah ada demi mempercepat penyembuhan pasien COVID-19 karena rumah sakit di seluruh dunia sudah kewalahan.
Hydroxychloroquine
Obat yang menjadi sangat terkenal karena Presiden Amerika Serikat Donald Trump ini awalnya merupakan obat penyakit malaria, radang sendi (rheumatoid arthritis), dan lupus. Berkat konferensi pers Trump yang memuji performa hydroxychloroquine, penjualan obat tersebut meningkat sebesar 57% (Bloomberg.com).
Apa yang membuat Trump begitu yakin dengan hydroxychloroquine? Donald Trump melihat sebuah studi di Perancis atas 36 pasien COVID-19. Dari 36 pasien tersebut, 14 pasien diberikan obat hydroxychloroquine saja dan 6 pasien diberikan hydroxychloroquine serta tambahan antibiotik azithromycin. Enam hari kemudian, keenam orang yang mengkonsumsi hydroxychloroquine dan azithromycin dinyatakan bersih dari virus COVID-19.
Kesimpulan studi hydroxychloroquine dari Perancis ini adalah 70% pasien yang diberikan obat tersebut sembuh dibandingkan 12.5% pasien yang tidak diberikan hydroxychloroquine.
Namun studi lain dari Zhejiang University di China menyatakan hasil yang berbeda. Dari penelitian terhadap 30 pasien COVID-19, 87% pasien yang diberikan hydroxychloroquine sembuh, sedangkan 97% pasien yang tidak diberikan obat tersebut justru juga sembuh.
Obat hydroxychloroquine juga bukan tanpa efek samping. Obat ini bisa mengakibatkan rabun, kerusakan otot dan saraf, serta ganggungan pada jantung. Menurut sciencemag.org, penelitian kultur sel memang memperlihatkan adanya aktivitas perlawanan obat ini terhadap COVID-19, namun dibutuhkan dosis tinggi yang tentunya akan merusak organ lain.
Ritonavir dan Lopinavir

Kombinasi obat ini dijual dengan merek dagang Kaletra atau Aluvia, diproduksi oleh AbbVie dan disahkan oleh FDA Amerika Serikat sebagai obat infeksi HIV. Singkat cerita, lopinavir menghalangi perkembangan HIV dalam tubuh pasien, sedangkan ritonavir membantu lopinavir bertahan lebih lama dalam melaksanakan tugasnya.
Obat ini sudah digunakan sejak Februari di beberapa negara seperti China, Singapura, Thailand, India serta Russia. Reuters melaporkan keberhasilan dokter dari Rajavithi Hospital Bangkok mengobati pasien COVID-19 wanita usia 70 tahun asal Wuhan, China yang diberikan kombinasi ritonavir dan oseltamivir (obat flu). Pasien ini akhirnya sembuh dari Coronavirus, meski usianya sudah lanjut dan kemungkinan sembuhnya lebih kecil daripada pasien-pasien yang berusia lebih muda.
Namun lagi-lagi obat ini juga mengalami pro kontra. Menurut New England Journal of Medicine, dari penelitian terhadap 199 pasien di China, tidak ada perbedaan kesembuhan yang signifikan antara pasien yang diberikan ritonavir/lopinavir dan pasien yang tidak diberikan obat HIV tersebut. Meskipun demikian, perlu diketahui juga bahwa 199 pasien tersebut sudah sangat parah kondisinya, sehingga ada kemungkinan bahwa ritonavir/lopinavir bekerja untuk infeksi Coronavirus stadium awal.
Remdesivir
Awalnya obat remdesivir yang diproduksi Gilead Science ini dipasarkan untuk mengobati wabah Ebola di Kongo, namun ternyata kalah ampuh terhadap dua obat lainnya. Meski demikian, pada tahun 2017 remdesivir dinyatakan mampu mengekang Coronavirus yang mengakibatkan penyakit SARS dan MERS (ingat, Coronavirus bukan virus baru, melainkan virus yang terus bermutasi menjadi versi terbarunya yaitu COVID-19).
Jiang Shibo dari Fudan University, seorang professor Mikrobiologi yang sudah lama berkutat dengan Coronavirus mengatakan bahwa remdesivir memiliki potensi yang baik. Jiang terutama sangat menyukai remdesivir karena dosis tinggi obat ini tidak menyebabkan keracunan seperti kandidat obat lainnya.
Pada prakteknya, obat ini berbentuk IV atau diberikan melalui saluran infus.
Nama Obat | Jenis Penyakit | Efek Samping |
---|---|---|
Hydroxychloroquine | Malaria, rheumatoid arthritis, lupus | Gangguan jantung, rabun, kerusakan otot, kerusakan saraf |
Ritonavir dan Lopinavir | HIV | Kerusakan hati |
Remsedivir | Ebola | Diare, tekanan darah rendah, gangguan ginjal |
Sumber: medisinternasional.com
Adakah Obat Tradisional untuk mengobati Coronavirus?
Dalam menghadapi setiap penyakit, selalu ada dua kubu pengobatan. Selain ilmu pengobatan Barat, tentunya kita juga akrab dengan ilmu pengobatan Timur. Mulai dari akupuntur, terapi bekam, hingga jamu-jamuan Nusantara. Ilmu pengobatan tradisional yang dipelajari turun temurun ini dinilai lebih alami sehingga lebih mudah diserap tubuh dengan efek samping minimal.
Timbulnya COVID-19 menyebabkan banyak orang turut mencari obat-obat tradisional dari Timur, baik China maupun Indonesia.
Obat Tradisional China
Menurut dokumen yang dirilis oleh Chinese National Health Commission (NHC), ada beberapa obat tradisional China yang disarankan untuk mengobati berbagai gejala penyakit yang diakibatkan oleh Coronavirus atau COVID-19 ini. Seperti yang kita ketahui bahwa Coronavirus memiliki gejala-gejala yang berbeda di setiap individu, maka obat-obatan yang disarankan ini erat kaitannya dengan stadium penyakit serta gejala-gejala yang dialami pasien COVID-19.
Tabel berikut berisi potongan informasi dari dokumen Chinese NHC tersebut.
Stadium | Gejala yang Dialami | Obat Tradisional China yang Disarankan |
---|---|---|
Awal (Pasien Dalam Pengawasan) | Lelah dan sakit perut atau gangguan pencernaan | Huoxiang Zhengqi |
Lelah dan demam | Jinhua Qinggan, Lianhua Qiangwen, Shufeng Jiedu, Fangfeng Tongsheng | |
Terkonfirmasi (gejala ringan) | Sesak napas (paru-paru perlu dibersihkan) | Ephedra, Zhingancao, Almond, Gypsum, Guizhi, Zixie, Zhuling, Baizhu, Zhiling, Bupleurum, Scutellaria baicalensis, Pinellia, Jahe, Aster, Winter Flower, Shoot Dry, Asarum, Ubi, buah ketumbar, kulit jeruk keprok, aquilegia |
Coronavirus gejala ringan seperti demam, lelah, badan pegal-pegal, batuk, sesak napas, kurang nafsu makan, mual, muntah | Ephedra mentah, gypsum mentah, almond, loquat, gardenia, Guanzhong, Dilong, Zu Changqing, Huoxiang, Peilan, Cangzhu, Yunling, Atractylodes, Jiao Sanxian, Magnolia officinalis, kelapa sirih, buah yarrow, jahe | |
Mengigil, lelah, kepala dan tubuh terasa berat, mulut kering, batuk kering, sesak napas | Kacang betel, apel, magnolia, Zhimu, scutellaria baicalensis, bupleurum, peony merah, forsythia, artemisia annua, akar manis mentah | |
Terkonfirmasi (gejala menengah) | Demam, batuk, sesak napas, susah buang air besar, kembung | Ephedra mentah, almond pahit, gypsum mentah, biji coix mentah, akar rumput, patchouli, artemisia annua, polygonum cuspidatum, verbena, akar alang-alang mentah, gardenia, akar manis mentah |
Terkonfirmasi (gejala berat) | Paru-paru menutup, batuk, sesak napas, mual, batuk darah | Ephedra mentah, almond, gypsum mentah, akar manis, magnolia, atractylodes, buah rumput, pinellia, poria, batang pohon keladi mentah (rhubarb), gardenia, peony merah |
Terkonfirmasi (gejala kritis) | Sesak napas berat yang membutuhkan ventilator, pingsan, keringat dingin, lidah ungu tua | Ginseng, tablet Heishun, dogwood, pil Suheziang atau Angong Niuhuang Rekomendasi obat paten: Xuebijing, Reduning, Tanreqing, Xingnaojing, Shenfu, Shengmai, Shenmai (semuanya melalui suntik) |
Seperti hydroxychloroquine, ritonavir/lopinavir, serta remdesivir, obat tradisional China juga mengalami pro dan kontra. Efektivitas obat tradisional China masih menimbulkan pertanyaan.
Menurut percobaan dari 102 pasien COVID-19 di Wuhan dengan gejala ringan, pasien yang diobati dengan kombinasi obat modern dan tradisional kesempatan pulihnya meningkat 33%. Namun, kombinasi obat modern dan tradisional ditakutkan bereaksi negatif sehingga malah beracun bagi pasien.
Baru-baru ini juga timbul nama baru obat asal Tiongkok bernama Carrimycin yang dikatakan cukup efektif dalam mengobati gejala Coronavirus. Meski juga berasal dari China, obat Carrimycin ini bukan merupakan obat tradisional China. Obat ini juga merupakan obat “daur ulang,” alias pernah digunakan untuk mengobati penyakit lain seperti kanker. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk membuktikan efektivitas obat ini.
Obat Tradisional Indonesia

Masih ingat dengan Pak Doni Monardo? Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ini pada akhir Februari 2020 lalu mengatakan bahwa Indonesia masih aman dari Coronavirus mungkin karena sering minum jamu.[1]
Tentunya kita melihat kenyataan bahwa dalam waktu kurang dari sebulan setelah pernyataan beliau, sudah banyak kasus Corona di bumi Indonesia. Meski demikian, kepercayaan masyarakat terhadap khasiat rempah-rempah dan jamu Indonesia tidak pudar.
Presiden Jokowi sendiri mengaku meminum ramuan jamu empon-empon yang terdiri dari temulawak, jahe, sereh, dan kunyit tiga kali sehari. Harga rempah-rempah untuk membuat jamu inipun kini sudah meningkat drastic karena banyak diborong oleh masyarakat.
Lain halnya dengan obat tradisional China yang bersifat mengobati, jamu di Indonesia disarankan diminum untuk meningkatkan daya tahan tubuh agar peminumnya tidak terkena penyakit akibat Coronavirus. Dengan kata lain, sifatnya untuk pencegahan, bukan untuk mengobati.
Karena khasiat rempah-rempah Indonesia sudah terbukti meningkatkan daya tahan tubuh sejak turun menurun, ada baiknya juga kita mulai mengkonsumsi jamu secara teratur demi menjaga kesehatan tubuh. Tubuh yang sehat pasti lebih sulit dijangkiti penyakit akibat bakteri maupun virus.
Dokter Indonesia pakai obat Corona yang mana?
Seperti yang sudah kita ketahui, Coronavirus jenis COVID-19 merupakan virus baru, artinya tidak ada atau belum ditemukan obat patennya. Dokter-dokter di Indonesia, seperti dokter di negara-negara lainnya, juga menggunakan obat “daur ulang” untuk mengobati pasien COVID-19. Pada dasarnya, pengobatan COVID-19 di Indonesia bersifat simptomatik, artinya mengobati berdasarkan gejala yang timbul.
Menurut Prof. Dr. dr. Faisal Yunus, Sp.P (K), FCCP yang menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), salah satu obat yang banyak digunakan untuk mengobati pasien Coronavirus adalah oseltamivir atau Tamiflu.
Obat oseltamivir ini merupakan antiviral yang juga digunakan dalam kasus flu burung. Menurut peneliti Maksum Radji, oseltamivir berfungsi menghentikan replikasi atau “perkembang biakan” virus dalam tubuh pasien.
Selain oseltamivir, pasien COVID-19 juga diberikan vitamin C dosis tinggi dan obat-obatan lainnya, tergantung pada gejala yang dialami masing-masing pasien COVID-19 tersebut. Beberapa yang mengalami gangguan hati diberikan hepatoprotektor, agar organ hati tidak rusak akibat efek samping obat maupun virus.
Presiden Jokowi juga sempat mengumumkan pembelian dua obat COVID-19 yaitu avigan dan klorokuin (chloroquine). Klorokuin ini merupakan bentuk lain dari hydroxychloroquine yang telah kita bahas di atas, yang tak lain adalah obat malaria. Lagi-lagi, obat ini lebih ampuh untuk penyakit akibat COVID-19 stadium relatif lebih awal.
Sudahkah Vaksin Corona Ditemukan?

Ketika Indonesia dijajah Belanda, semua suku-suku bersatu dan melupakan perbedaan mereka sejenak demi melawan musuh yang sama. Demikian halnya dengan yang terjadi antara GlaxoSmithKline (GSK) dan Sanofi, dua perusahaan farmasi raksasa yang biasanya bersaing kini bekerja sama demi menemukan vaksin COVID-19.
Bagaimana cara kedua raksasa farmasi ini bekerja sama? Menurut organisasi non-profit NPR, GSK bertugas menyediakan adjuvant (komponen dalam vaksin untuk menciptakan respon imunitas dari tubuh) sementara Sanofi harus mencari komponen spesifik dalam Coronavirus yang bisa menghasilkan respon antibody.
Emma Walmsley, CEO dari GSK berharap kerjasama ini dapat mempercepat proses pembuatan vaksin Coronavirus. Biasanya, diperlukan waktu 10 tahun untuk menciptakan vaksin baru yang disetujui pemerintah.
Meskipun demikian, jangan harap vaksin COVID-19 bisa keluar dalam hitungan bulan. Kemungkinan besar vaksin ini baru akan siap pada semester kedua tahun 2021.
Selain GSK dan Sanofi, Johnson & Johnson juga mempersiapkan kandidat vaksin COVID-19. Chief Scientific Officer Paul Stoffels mengatakan bahwa J&J sudah memiliki satu kandidat vaksin utama dan dua alternatif lainnya yang siap diproduksi secara massal. Rencananya, J&J ingin memproduksi 1 Milyar vaksin COVID-19 secara global, lagi-lagi pada tahun 2021.
Sambil menunggu vaksin COVID-19 jadi, mari kita rajin mencuci tangan, memakai masker, dan melakukan social distancing untuk mencegah penyebaran Coronavirus.
Apa yang Harus dilakukan jika mengalami gejala Corona?
Meski sudah rajin mencuci tangan, memakai masker, dan taat menjalankan social distancing, bukan berarti kita sudah 100% aman dari ancaman Coronavirus. Jika Anda mengalami gejala-gejala yang bisa dikaitkan dengan COVID-19, sebaiknya Anda segera mengisolasi diri dari keluarga maupun orang-orang yang tinggal serumah dengan Anda selama setidaknya 14 hari.
Coronavirus dapat mengakibatkan infeksi ringan maupun infeksi berat. Menurut The Guardian UK[2], 80% orang yang terinfeksi COVID-19 mengalami gejala ringan yang dapat sembuh dengan sendirinya. Oleh karena itu, jika Anda mengalami infeksi ringan, Anda dapat beristirahat di rumah sambil mengkonsumsi makanan bergizi.
Jika keadaan Anda memburuk atau sudah lebih dari 7 hari, kemungkinan Anda mengalami infeksi berat.
Persiapan Apa yang Harus dilakukan untuk menghadapi Coronavirus?

Harus ada Plan A, Plan B, dan Plan C dalam menghadapi setiap masalah. Selain memperkecil resiko tertular Coronavirus, ada baiknya juga mempersiapkan asuransi yang mengcover penyakit akibat COVID-19 ini, supaya Anda dan keluarga siap jika kemungkinan terburuk terjadi.
Asuransi Generali mengcover Coronavirus dan merupakan proteksi yang harus Anda miliki terutama dalam situasi seperti sekarang ini. Meski Pemerintah RI menanggung pengobatan Coronavirus, deteksi penyakit ini butuh waktu berhari-hari sehingga ada waktu dimana pasien yang menderita gejala Coronavirus harus mengandalkan biaya pribadi dalam pengobatan.
Coronavirus juga dapat mengakibatkan komplikasi organ-organ tubuh lainnya sehingga berdampak pada pembengkakan biaya medis atau pengobatan. Persiapkan diri Anda dan keluarga sebaik mungkin menghadapi ancaman Coronavirus!

[1] https://nasional.kompas.com/read/2020/02/24/12141771/indonesia-masih-aman-dari-virus-corona-kepala-bnpb-apa-mungkin-karena-sering
[2] https://www.theguardian.com/world/2020/apr/11/coronavirus-symptoms-should-i-see-doctor
Our Bestselling Product: Global Medical Plan 2.0
Mengcover medical check up dan rawat jalan
Tentang Medis Internasional
Kami adalah tim konsultan yang membantu warga Indonesia mempersiapkan diri untuk suatu saat berobat di luar negeri.
Para nasabah kami mengandalkan kami untuk mendapatkan rekomendasi Dokter Terbaik serta perawatan VIP tanpa biaya di rumah sakit mancanegara.
Kami memastikan seluruh nasabah kami dapat sepenuhnya berkonsentrasi pada proses penyembuhan mereka, sementara kami yang mengurus keperluan keuangannya.
Lindungi diri Anda dan keluarga. Bekali diri dengan informasi bermanfaat sebelum terlambat.